KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang direncanakan pemerintah pada 2025 dinilai akan memberikan tekanan besar bagi perusahaan pembiayaan atau multifinance.
Pendapat ini disampaikan oleh Nailul Huda, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios).
Menurut Nailul, kebijakan ini berpotensi mengurangi permintaan pembiayaan akibat melemahnya daya beli masyarakat.
"Masyarakat cenderung akan menahan konsumsi ketika daya beli menurun. Ketika permintaan barang berkurang, sudah pasti perusahaan pembiayaan, termasuk multifinance, juga akan terkena dampaknya," ungkap Nailul kepada Kontan.co.id Selasa (19/11).
Ia menambahkan bahwa perusahaan multifinance perlu segera menyesuaikan strategi, misalnya dengan menawarkan promo-promo menarik agar konsumen tetap terdorong untuk membeli barang.
Namun, Nailul juga menyoroti peran pemerintah dalam meringankan beban masyarakat. Menurutnya, kenaikan PPN justru akan semakin menambah beban yang dipikul oleh masyarakat.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 sebaiknya dibatalkan.
"Pemerintah punya peluang untuk meringankan beban masyarakat, tetapi malah memilih untuk menambahnya. Karena itu, kenaikan tarif PPN pada tahun depan wajib dibatalkan," tegas Nailul.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan telah memastikan bahwa penyesuaian tarif PPN dari 11% menjadi 12% akan mulai diberlakukan pada 2025.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, meskipun menuai kekhawatiran dari berbagai pihak terkait dampaknya terhadap daya beli masyarakat.