Detail Berita

06 November 2025

Perusahaan Pembiayaan Disarankan Sasar Industri Alat Berat, Jaga NPF Rendah

Bisnis.com, JAKARTA — Industri pembiayaan atau multifinance berpeluang tumbuh lebih baik jika mampu mengoptimalkan pasar alat berat. 

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira berpendapat saat ini pemerintah tengah berfokus dalam pengembangan sektor pertanian, yang membutuhkan banyak alat berat.  

Penyaluran pembiayaan ke sektor alat berat, menurut Bhima, dapat mendongkrak kinerja perusahaan pembiayaan.  

“Misalnya, di sektor pangan ya ada sektor terkait dengan B50 itu akan mendorong juga dari sisi permintaan alat berat,” tuturnya kepada Bisnis, Selasa (4/11/2025). 

Selain itu, dia mengingatkan perusahaan pembiayaan untuk memperhatikan pembukaan hilirisasi-hilirisasi, terutama produk-produk olahan dari tambang selain nikel, misalnya bauksit dan tembaga yang membutuhkan permintaan alat berat. 

“Nah itu berapa banyak proyeknya dan lokasinya di wilayah mana untuk 2026, itu yang akan menentukan pertumbuhan dari penyaluran alat berat multifinance,” ucap Bhima.  

Lebih jauh, dia menilai ada decopule dalam tren permintaan alat berat karena setiap komoditas tidak semua arahnya sama. Misalnya, harga batu bara sedang jatuh, tetapi harga CPO atau kelapa sawit sedang rebound. 

“Nah ini juga akan mendorong permintaan alat berat itu di sisi perkebunan sawit misalnya, jadi tipikal alat beratnya pun akan berbeda dibandingkan dengan batu bara misalnya atau tambang lainnya,” katanya. 

Sebab demikian, Bhima menyarankan agar multifinance ke depannya mencari sektor-sektor atau komoditas yang memiliki prospek permintaan cukup bagus, baik orientasi ekspornya maupun pasar domestiknya. 

Bila itu dilakukan, dia optimistis perusahaan bisa meningkatkan penyaluran pembiayaan alat berat dan sekaligus risiko non-performing financing (NPF) bisa terjaga dengan baik. 

“Jadi ini semua dibutuhkan untuk 2026 ke depan harus dilakukan dengan sangat selektif. Walaupun dalam satu komoditas yang sama, tidak semua perusahaan sawit juga menghasilkan return atau risiko pengembalian pinjaman yang rendah, jadi harus dicek dari sisi kondisi perusahaan internal keuangannya,” pungkas dia. 

Berdasarkan statistik OJK pada Juni 2025, piutang pembiayaan berdasarkan objek alat-alat berat mencapai Rp48,76 triliun, tumbuh 13,65% secara year-on-year (YoY). 

Adapun secara keseluruhan dengan data terbaru, OJK mencatat piutang pembiayaan di multifinance per Agustus 2025 mencapai Rp505,59 triliun atau tumbuh 1,26% (year on year/YoY). Hal itu didukung oleh pembiayaan modal kerja yang tumbuh sebesar 7,62% YoY. 

Sementara itu, profil risiko perusahaan pembiayaan terjaga dengan rasio NPF gross tercatat sebesar 2,51% dan NPF net 0,85%. Gearing rasio tercatat sebesar 2,17 kali atau berada di bawah batas maksimum sebesar 10 kali.